Kajian Materialitas dalam Sudut Pandang Akuntansi dan Audit

Paper ini membahas tentang meterialitas dalam sudut pandang akuntansi dan audit. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana penentuan materialitas dalam akuntansi dan audit. Metode yang digunakan penulis untuk mengkaji materialitas ini adalah pendekatan kualitatif, yakni dengan studi literatur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adalah bagaimana proses pengambilan materialitas dan bagaimana materialitas bisa berbeda. Dengan diselesaikannya paper ini, semoga bisa memabantu dalam memahami materialitas itu sendiri.


Pendahuluan

Auditor memiliki tugas untuk memberikan jaminan (guarantee) atas kewajaran laporan keuangan yang diberikan oleh client tidak ada kesalahan (error) yang masih dalam batas wajar atau penipuan (fraud) (Alvin A. Arens, 2012). Dalam menentukan laporan keuangan masih dalam batas wajar atau tidak, auditor membutuhkan alat yang bernama materialitas. Apabila auditor menemukan kesalahan yang material, harus menunjukkan kepada client sehingga client bisa melakukan koreksi. Jika client menolak melakukan koreksi, maka auditor harus mengeluarkan opini wajar dengan pengecualian (qualified) atau menolak (adverse). Untuk membuat keputusan, auditor harus berdasarkan pengetahuan yang auditor ketahui tentang penerapan materialitas.

Disisi lain, konsep materialitas telah menembus pengaruh terhadap seluruh aktivitas akuntansi, meskipun terdapat fakta bahwa tidak ada pengertian yang dapat mencakup seluruh konsep (Azwar Rakhman, 2012). Dalam akuntansi, konsep ini mempengaruhi pengukuran (measurement) dan pengungkapan (disclosure) atas seluruh informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Konsep ini juga memiliki dampak besar atas rincian laba dan beban.

Karena materialitas memiliki peranan yang penting dalam akuntansi dan audit, penulis ingin mengetahui apakah materialitas dalam akuntansi dan audit ini sama ? Dan bagaimana materialitas ini ditentukan.

Materialitas dalam Sudut Pandang Akuntansi

Dalam  SAFC (Statement of Financial Concept) No 2, FASB mendefinisikan materialitas sebagai berikut :

Besar kelalaian atau salah saji informasi akuntansi yang, mengingat keadaan di sekitarnya, memungkinkan anggapan orang yang masuk akal yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau dipengaruhi oleh kelalaian atau salah saji.

FASB tersebut juga telah melengkapi pengertian kuantitatif atas materialitas. Contohnya, sebagai syarat kuantitatif telah diterbitkan dalam opini APB No 18, sebuah investasi senilai 20 persen atau lebih dalam saham dengan hak suara dianggap material. Dalam opini APB No 15, penurunan dengan nilai kurang dari 3 persen atas jumlah EPS tidak dianggap material. Sebagai tambahan FASB mendefinisikan sebuah segmen yang dapat dilaporkan sebagai salah satu yang menyatakan bahwa 10 persen dari laba, keuntungan operasi atau aset. Sebagian besar SFAS (Statement of Financial Accounting Standart / dokumen formal yang diterbitkan FASB) menganut hal berikut: “Ketetapan atas pernyataan ini tidak perlu diterapkan pada hal yang tidak material”.

Dalam SAFC No 2, FASB membuat pernyataan berikut ini terkait materialitas :

Barang siapa membuat keputusan akuntansi dan siapapun yang membuat penilaian sebagai auditor secara berkelanjutan telah mengkonfrontasi kebutuhan untuk membuat penilaian terhadap materialitas.

Penilaian materialitas pada dasarnya merupakan hal kuantitatif. Hal ini memunculkan pertanyaan: Apakah hal ini cukup memberikan pengaruh yang besar bagi pengguna informasi? Bagaimanapun, jawaban atas pertanyaan tersebut biasanya akan dipengaruhi sifat hal tersebut. Sesuatu yang terlalu kecil untuk diperkirakan sebagai material jika dihasilkan dari transaksi rutin akan menjadi material jika berasal dari keadaan yang tidak normal.

SFAC No 2 bertujuan untuk mendefinisikan penilaian materialitas sebagai sekat atau ambang pintu. Bahwasanya apakah sebuah hal (kesalahan atau kelalaian) cukup besar untuk melampaui batas antara material dan tidak material ? Semakin penting hal tersebut, maka toleransi akan semakin kecil. Contohnya adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan akuntansi dalam keadaan yang mengakibatkan perusahaan mengalami bahaya yang disebabkan pelanggaran perjanjian karena kondisi keuangannya yang dalam keadaan sedang membenarkan batas material menjadi lebih kecil agar posisinya lebih kuat.
  2. Kegagalan untuk mengungkapkan secara terpisah sebuah keadaan yang tidak berulang dari laba mungkin akan menjadi material jika laba berubah menjadi kerugian atas keuntungan atau kebalikan tren laba dari tren menurun menjadi meningkat.
  3. Kesalahan klasifikasi sebuah aset tidak akan menjadi material secara jumlah jika hal ini mempengaruhi dua kategori dari aset atau peralatan namun akan menjadi material jika klasifikasi tersebut diubah menjadi kategori antara aset lancar dan aset tidak lancar.
  4. Jumlah yang terlalu kecil untuk menjamin pengungkapan atau koreksi dalam keadaan normal mungkin dianggap material jika hal tersebut muncul dari transaksi atau kejadian abnormal atau tidak biasa.

Materialitas, sebagaimana digunakan dalam akuntansi dapat diartikan sebagai ketetapan atas kepentingan secara relatif. Materialitas tidak sepenuhnya tergantung terhadap ukuran yang relatif. Kepentingan tersebut dapat tergantung bukan saja atas karakteristik kuantitiatif maupun kualitatif, seringkali kombinasi dari keduanya. Faktor yang dapat mengindikasikan materialitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Karakteristik tersebut memiliki signifikasi kuantitatif utama:
  2. Besaran atas hal tersebut secara relatif terhadap pengharapan normal
  3. Besaran atas hal tersebut secara relatif terhadap hal yang serupa atau terkait
  4. Karakteristik tersebut memiliki signifikasi kualitatif utama:
  5. Kepentingan bawaan atas kegiatan, aktivitas, atau keadaan yang tergambarkan
  6. Kepentingan bawaan atas hal tersebut sebagai indikator atas kemungkinan rangkaian atas kegiatan di masa depan.

SEC (U.S. Securities and Exchange Commission) menggunakan definisi kualitatif  Peraturan No 1.02 dalam Regulasi S-X. Istilah materialitas ketika digunakan untuk mengkualifikasikan persyaratan kelengkapan informasi terhadap subyek apapun telah membatasi informasi yang dibutuhkan kepada pihak yang berkepentingan sebagaimana rata-rata investor yang hati-hati sebaiknya diberikan informasi yang memadai.

SEC telah memperbarui kepentingannya atas konsep materialitas. Buletin staf akuntansi yang baru-baru ini dipublikasikan mengindikasikan bahwa perusahaan tidak seharusnya bersandar secara ekslusif kepada penilaian kuantitatif untuk menilai apakah suatu hal termasuk material atau tidak. Terlepas dari sebelumnya, hal yang ditetapkan kurang dari 3 sampai dengan 5 persen dari laba perusahaan yang dilaporkan seringkali dianggap tidak material. Posisi terakhir SEC adalah bahwa pengujian persentase dapat diterima untuk penilaian awal namun perusahaan harus juga mempertimbangkan bahwa hal tersebut adalah penting. Sebagai tambahan, perusahaan dilarang menurunkan hal-hal dalam laporan dalam rangka memenuhi perkiraan laba perempat, mengkonversi kerugian menjadi laba, mempertahankan tren laba, meningkatkan kompensasi manajemen, atau menyembunyikan transaksi ilegal.

Materialitas dalam Sudut Pandangan Audit

Materialitas merupakan dasar penerapan dasar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Menerapkan Materialitas pada Tahap Perencanaan

Menentukan materialitas Awal

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya yang disebut materialitas perencanaan, mungkin dapat berbeda dengan tingkat materialitas yang digunakan pada saat pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) keadaan yang melingkupi berubah (2) informasi tambahan tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.

Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.

Pertimbangan yang dapat menyebabkan material salah saji kuantitatif kecil meliputi::

  • Merubah trend
  • Perjanjian pinjaman
  • Kompensasi manajemen
  • Menutupi perbuatan ilegal
  • Pengguna laporan keuangan

Faktor lain yang bisa mempengaruhi materialitas yang ditetapkan auditor adalah :

  • Kualitas sistem dan informasi
  • Pengendalian lingkungan
  • Tingkat pengendalian entitas
  • Adanya fungsi internal auditor
Mengalokasikan materialitas awal ke setiap segmen

Sebagian besar praktisi mengalokasikan materialitas kedalam neraca daripada laporan laba rugi, karena sebagian besar  salah saji dalam laporan laba rugi mempunyai dampak yang sama dalam neraca. Besar kecilnya alokasi yang diberikan ke setiap segmen ditentukan oleh bukti. Semakin banyak bukti, maka materialitas akan semakin besar, begitu juga sebaliknya.

Auditor menghadapi tiga kesulitan utama dalam mengalokasikan materialitas ke neraca akun:

  • Auditor mengharapkan beberapa akun memiliki lebih banyak salah saji dari pada yang lainnya.
  • Baik kelebihan nilai dan kekurangan nilai harus dipertimbangkan.
  • Biaya audit relatif mempengaruhi alokasi.

Menerapkan Materialitas pada Tahap Pemeriksaan

  1. Memperkirakan total salah saji setiap segment
  2. Memperkirakan salah saji keseluruhan
  3. Membandingkan salah saji keseluruhan dengan materialitas awal atau mengubah penilaian materialitas

Dua langkah pertama penerapan materialitas digunakan saat perencanaan, dan tiga langkah terakhir adalah hasil dari pelaksanaan audit.

Auditor biasanya merevisi materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (dan, jika berlaku, materialitas untuk golongan transaksi, saldo akun atau pengungkapan tertentu) pada saat auditor menyadari adanya informasi selama audit yang mungkin saja menyebabkan auditor menentukan jumlah materialitas yang berbeda dari jumlah materialitas yang pertama kali ditetapkan.

Kesimpulan

Dalam akuntansi, materialitas sudah diatur secara detail oleh FASB dalam aturannya. Contohnya adalah FASC No 2 yang mengatur tentang definisi materialitas dan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan materialitas. Contoh lainnya adalah APB No 18 yang bahkan mengatur besaran yang dianggap nominal.

Sementara dalam audit, materialitas ditentukan oleh auditor dengan mempertimbangkan segala faktor yang ada. Tidak ada aturan dalam Standar Audit yang mengatur berapa besaran yang dianggap material. Material atau tidak material, ditentukan oleh penilaian dari auditor.

Proses pengambilan materialitas dalam akuntansi dan audit pun juga berbeda. Dalam akuntansi, materialitas diambil hanya mempertimbangan akun yang berkaitan tanpa mempertimbangkan faktor eksternal seperti : lingkungan, pengendalian internal, faktor pengendalian lingkungan dan faktor lainnya. Sementara di audit faktor-faktor eksternal selain akun terkait juga dipertimbangkan dalam menentukan materialitas.

Referensi

Alvin A. Arens, E. B. (2012). Auditing and Assurance Services. New Jersey: Pearson.

Azwar Rakhman, F. L. (2012). Konsep pendapatan. Retrieved from Just another WordPress.com site: https://aeyogy.wordpress.com/tag/materialitas/

SA 320. (2010). Materiality in Planning and Performing an Audit, 3.

, ,

Comments are closed.
Chat Admin
Hai... apakah yang ingin Anda tanyakan tidak ada di menu Help kami?
Kontak Admin WikiPajakCustomer CareWhatsApp