- This topic has 10 balasan, 11 suara, and was last updated 6 years yang lalu by
Hary.
-
PenulisTulisan-tulisan
-
<span style=”font-family: ‘Open Sans’, sans-serif; font-size: 12px;”> Selamat malam
Izin bertanya apabila seorang pegawai tetap Mr. Kim (WN Korea) yang tinggal di Indonesia > 183 hari dalam 12 bulan, namun statusnya tetap subyek pajak luar negeri karena menggunakan tie breaker rule, sedangkan ada pegawai tetap yang lainnya Mr. Park (WN Korea) statusnya menjadi subyek pajak dalam negeri karena mengikuti ketentuan tinggal melebihi 183 hari. </span>
<span style=”font-family: ‘Open Sans’, sans-serif; font-size: 12px;”>Bagaimana menurut pendapat teman-teman sekalian ? Terima kasih</span>
Izin berkomentar. Tie breaker rule hanya digunakan apabila terjadi dual resident dari seseorang. Sehingga apabila berdasar tie breaker rule Mr. Kim tetap menjadi SPLN, ya tidak masalah, karena tie breaker rule yang merupakan solusi dari dual resident menentukan demikian (misal dual resident nya karena Mr. Kim memiliki permanent home di Indonesia dan Korea). Mungkin karena centre of vital interest, atau faktor lain yg lebih condong ke negara Korea, sehingga dianggap sbg SPLN.
Sedangkan utk Mr. Park yang menjadi SPDN karena mengikuti aturan pajak domestik di Indonesia, berarti dapat disimpulkan di kasus ini tidak ada dual resident, sehingga tidak diperlukan penerapan tie breaker rule. Karena walaupun keduanya WN Korea, tapi bisa jadi Mr. Park tidak punya permanent home di Korea, sehingga tidak ada resident ganda. Karena pada praktiknya, aturan terkait tie breaker rule sering diabaikan apabila time test sdh lebih dari 183 hari dalam waktu 12 bulan.
Untuk pembahasan lebih lanjut, dapat dilihat pada link di bawah:
https://www.ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=42845
Terima kasih
izin menyampaikan pendapat
tie breaker rule dipakai jika satu orang menjadi residen menurut 2 negara yang terikat p3b.
Jika hanya menjadi residen di satu negara saja maka berlaku undang undang domestik di negara dimana taxable subject diakui sebagai residen.
Dalam kasus ini jika Mr Kim memenuhi syarat menjadi residen di dua negara yang berbeda, anggap Indonesia dan Korea, tie breaker rule dijalankan, asumsi kemudian setelah tie breaker rule dijalankan mr kim adalah residen korea, maka meski di indonesia tinggal lebih dari 183 hari, maka mr kim tetap residen di korea.
Untuk mr. Park, jika mr park bukan merupakan residen korea namun merupakan residen indonesia, karena hanya menjadi 1 residen di suatu negara, bukan 2 seperti mr kim, maka mr park menjadi residen indonesia sesuai uu pph.
Intinya, tie breaker rule dapat diartikan sebagai jalan jika ada persons yang menjadi residen dua negara yang terikat p3b, jika hanya salah satu saja, maka tie breaker rule tidak dipakai dan berlaku undang2 domestik.
Contoh lain yang pernah dijelaskan di kelas, menurut per dirjen no 2 tahun 2009, pekerja indonesia di luar negeri yang bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari ditetapkan sebagai spln, jika ada orang yang bekerja di negara malaysia sebagai tki di Malaysia, maka dia menjadi spln menurut ketentuan indonesia, jika menurut uu domestik malaysia si tki ini adalah residen malaysia, maka si tki menjadi spdn malaysia saja karena tie breaker rule tidak dipakai karena menurut ketentuan indonesia si tki ini adalah spln.
Izin ikut berpendapat ya Kak Otry
Seperti yang kita ketahui bahwa ketika tidak ada P3B maka seseorang dapat dipajaki dua kali atas penghasilan yang sama di negara yang berbeda. Oleh karena itu P3B diharuskan menyediakan “tie-breaker” untuk memastikan bahwa hanya terdapat satu negara yang dapat mengakui seseorang menjadi resident. Ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 4(2) dan 4(3) P3B.Nah beerdasarkan penjelasan Kak Fifi di postingan saya sebelumnya saya dapat menyimpulkan bahwa tie breaker rule berlaku jika domestic rule tidak dipakai disitu. Ketika seseorang dianggap memiliki 2 resident (dual resident) maka kembali ke domestic rule negara dimana orang itu menjadi taxable subject di negara tersebut. Apabila domestic rulenya tidak berlaku maka barulah diberlakukan tie breaker rule.
Untuk Mr. Kim mungkin sebagian besar kriteria dalam tie breaker rule menunjukan bahwa ia SPLN. Dan untuk Mr. Park mungkin dia memang menemenuhi domestic rule tanpa ada konflik dalam penetapannya (setuju-setuju saja menjadi SPDN)
Maaf ya Kak kalau malah membuat bingung. Semoga membantuu walau hanya sedikit sekali 🙂
Izin memberikan pendapat…
Sesuai pasal 4 (2) OECD mengenai Model terkait tie breaker rule bagi subjek pajak orang pribadi yang dual resident dapat ditentukan dengan urutan sebagai berikut 1. Melihat tempat tinggal tetap (permanent home), 2. Apabila memiliki permanent home di dua negara, lihat di mana terdapat vital interest terdekat (personal and economic relation), 3. Apabila negara dengan vital interest dan permanent home tdk dpt ditentukan, lihat habitual abode nya (orang tsb lebih sering berada di negara mana), 4. Apabila memiliki atau tidak memiliki habitual abode dr kedua negara tsb, lihat kewarganegaraannya (nationality), 5. Dan apabila memiliki atau tdk memiliki nationality dr kedua negara tsb, barulah dilakukan konsultasi antara competent authority masing-masing negara melalui Mutual Agreement Procedure
Pada kasus Mr Kim, meskipun secara domestic rule ia memenuhi untuk dikatakan sebagai SPDN ( Lebih dari 183 hari di indonesia ) ,mungkin hal ini mengacu sebagai penentuan tie breaker rule dari Habitual Abodenya yang memang lebih lama di Indonesia untuk bekerja ( hubungan ekonomis) namun, ditinjau lagi, apakah dalam menentukan habitual abode cukup mengenai waktu saja ,tanpa memperhatikan rumah yang secara permanen dimilikinya, atas dasar tidak dapat ditentukannya habitual abode dan rumah permanent dari Mr Kim ,yang memiliki kewargenegaraan bangsa Korea, maka ditentukan melalui kewargenegarannya ( Nationality ) yaitu menjadi SPLN karena berdasarkan mutual agreement antara Indonesia dan Korea
Terima Kasih
Semoga bermanfaat dan maaf apabila sedikit membingungkan 🙂
Setuju dengan pendapat kakak kakak di atas.
Izin menebar link buat temen temen yang penasaran terkait Tie Breaker Rules di perpajakan
izin berpendapat,
Untuk kasus dari Kim (WN korea yang memenuhi time test untuk menjadi SPDN namun tetap SPLN karena tie breaker rule)
Dalam hal telah digunakan tie breaker rule, seperti yang telah dijelaskan oleh teman teman diatas, tie breaker rule hanya digunakan apabila terdapat dual residence, maka dapat dipastikan bahwa sebelumnya terhadap Mr kim dia dual resident. P3B bekerja di sini, maka ia akan menentukan dimanakan Mr kim secara perpajakan menjadi residen. Dan dalam hal ini Mr Kim menjadi SPLN di Indonesia.
Untuk kasus Mr Park (WN Korea memenuhi time test SPDN dan menjadi SPDN)
Sesuai dengan skema interaksi tax treaty dengan domestic law, saya akan melihat bahwa Mr Park karena ia pegawai tetap dan memenuhi time-test menjadi SPDN maka dia akan residen di Indonesia. Namun dikatakan bahwa ia masih WN di Korea, maka dia juga bisa residen di korea. oleh karena itu P3B akan berjalan dengan tie breaker rulenya juga. Dan ditetapkan ia residen di Indonesia.
Kesimpulan:
Mr Kim dan Mr Park sama sama dual residen apabila ditinjau dari domestic law dari masing- masing negara *asumsi korea juga menerapkan world-wide income, mohon informasinya*. Nah karena ada dual residen maka digunakan tie breaker rule. Disini berdasarkan urutan tie breaker rule person :
1. Permanent home
2. Center of vital interest
3. Habitual abode
4. Kewarganegaraan
5. Agreement
dalam proses analisis diatas maka bisa saja karena beberapa faktor walaupun sama sama WN korea Mr Kim menajdi SPLN dan Park menjadi SPDN di indonesia.
Terimakasih, mohon koreksinya
Halo teman-teman semua
Izin menanggapi sedikit ya, Kak Otry:D
Seperti yang sudah kita pelajari bersama bahwa tie breaker rules dapat kita gunakan ketika terjadi ‘gesekan’ mengenai resident seseorang atau lebih sering kita sebut dengan istilah dual-resident. Sebagai tambahan, penekanan OECD Model adalah status resident dapat berubah dalam tahun berjalan menikuti perubahan lingkungan atau faktor yang menentukan status resident. Demikian pula konsekuensi pajak berubah mengikuti perubahan status resident…
Menurut saya, dalam kasus Mr. Kim dan Mr. Park ini cukup dilakukan time-test saja tanpa perlu melanjutkan ke tahap tie breaker rules.. Namun lain hal nya ketika terjadi benturan antara hukum domestik Indonesia & Korea dalam hal penetapan resident Mr. Kim dan Mr. Park (sehingga Mr. Kim dan Mr. Park menjadi dual resident), maka tie breaker rules dapat diberlakukan…
Demikian,
Terimakasih dan Selamat UTS teman-teman^^
Izin berpendapat dan menambahkan
Seperti yang telah kita pelajari bersama, dan didiskusikan diatas bahwa tie breaker rule digunakan apabila terjadi kondisi dimana individu diakui sebagai residen di dua negara yang berbeda. nah mengapa sih kita harus menentukan resident dari invidu tersebut ?
Dalam buku Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda darussalam, dijelaskan bahwa arti penting adanya Art 4 OECD untuk menentukan resident dari individu adalah :
1. Menentukan subjek pajak yang dicakup dalam P3B. atau dengan kata lain, untuk menentukan subjek pajak yang berhak mendapatkan fasilitas yang diberikan dalam P3B.
2. untuk menghilangkan pajak berganda yang diakibatkan adanya subjek pajak dalam negeri rangkap (dual resident)
3. untuk menghilangkan pajak berganda yang diakibatkan oleh pemajakan yang dilakukan oleh negara domisili dan negara sumber atau negara tempat harta berada.
Mungkin itu, tambahan saya, semoga menambah wawasan kita semua.
<span style=”color: #555555; font-family: Arial, sans-serif; font-size: 15px; background-color: #fbfbfb;”>Izin menyampaikan pendapat, terkait dengan penentuan residen dalam hal ini Mr. Kim dan Mr. Park. perlu diketahui bahwa penentuan status residen ini bertujuan untuk mengetahui apakah Mr. Kim dan Mr. Park mempunyai dual residen melalui objektif test/subjektif test. Apabila sudah diketahui barulah mekanisme tie breaker rules diterapkan untuk mengetahui negara manakah yang berhak atas status residen Mr. Kim dan Mr. Park.</span>
Kembali ke kasus dengan melihat fakta
-Objective test
1. Mr. Kim dan Mr. Park adalah berkewarganegaraan Korea sehingga memenuhi objective test atas status residen dari Korea
2. Mr. Kim dan Mr. Park keduanya telah tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari sehingga memenuhi objective test atas status residen dari Indonesia
dapatlah disimpulkan bahwa keduanya (Mr. Kim dan Mr. Park) mempunyai dual residen, sehingga di perlukan mekanisme tie breaker rules sebagaimana terdapat dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) OECD DTA untuk kemudian mengetahui negara manakah yang berhak atas status residen Mr, Kim dan Mr. Park
Ketika sudah diketahui, tentunya dengan data yang lebih (rumah, tempat tinggal, dan pekerjaan misalnnya) maka dapatlah diketahui mengapa Mr. Kim berhak atas residen Korea (SPLN) sedangkan Mr. Park berhak atas residen Indonesia (SPDN)
Terimakasih
Izin menyampaikan pendapat, sebenarnya dalam kasus Mr Park, sudah tidak ada masalah karena dia dianggap sebagai SPDN dikarenakan dia mungkin memenuhi pengujian lainnya seperti menunjukkan kartu visa, status imigrasi dari seseorang, green card, dll. Itulah yang menyebabkan dia menjadi SPDN disamping sudah memenuhi objective test dan bright test …..
Sedangkan untuk Mr.Kim dia masih dikategorikan sebagai SPLN karena adanya ketidakpastian antara objective test nya, bisa dibilang dia memenuhi time test di kedua negara tersebut, dan oleh karena itu kita harus menggunakan tie-breaker rules untuk memecahkan masalah resident tersebut….
Sekian dari saya
-
PenulisTulisan-tulisan
- Forum ‘Kelas PI TA 2018/2019’ tertutup dari topik dan balasan baru.